7 Cara Bank Melindungi Data Nasabah di Era Digital Banking

Ditulis oleh :

rexy

7 Cara Bank Melindungi Data Nasabah di Era Digital Banking

Coba bayangkan data nasabah seperti dompet digital berisi informasi penting mulai dari nomor rekening, transaksi, hingga identitas pribadi. Jika jatuh ke tangan yang salah, risikonya besar: penipuan, pencurian identitas, bahkan kerugian finansial. Itulah mengapa menjaga kerahasiaan data nasabah bukan lagi pilihan, tapi kewajiban utama bagi setiap bank.

Kasus kebocoran data seperti yang dialami Bank Syariah Indonesia (BSI) menjadi pengingat serius. Dunia digital yang serba cepat dan praktis, ternyata juga menyimpan banyak celah. 

Oleh karena itu,bank harus punya sistem keamanan yang kuat, karyawan yang paham risiko, dan teknologi yang mampu mendeteksi ancaman sejak dini. Artikel ini bertujuan untuk menjelaskan pentingnya tanggung jawab bank dalam menjaga kerahasiaan data nasabah di era digital banking. 

6 Alasan Mengapa Bank Harus Menjaga Kerahasiaan Data Nasabah?

Bayangkan Anda menitipkan sesuatu yang sangat pribadi dan berharga di sebuah tempat yang katanya paling aman: bank. Tapi bagaimana jika tempat itu bocor, dan rahasia Anda tersebar begitu saja? Itulah mengapa menjaga kerahasiaan data nasabah bukan sekadar kewajiban teknis tapi soal kepercayaan, keamanan, dan reputasi.

Di era digital, data nasabah bukan lagi sekadar angka di layar. Ia bisa membuka pintu pada identitas, aset, bahkan masa depan seseorang. Maka tak heran, bank wajib mengawal data ini seketat mungkin layaknya brankas virtual yang tak boleh retak sedikit pun.

Kenapa? Berikut alasannya, mulai dari aturan hukum hingga upaya menjaga hati nasabah.

1. Memenuhi Kewajiban Hukum dan Regulasi

Bank di Indonesia diatur untuk merahasiakan data nasabah oleh UU Perbankan Pasal 14 angka 38 (UU 4/2023) yang mengubah Pasal 40A ayat (1), yang menegaskan kewajiban menjaga rahasia keterangan nasabah penyimpan dan simpanannya. 

Surat Edaran OJK No. 14/SEOJK.03/2014 memperkuat kewajiban ini dengan melarang PUJK memberikan data pribadi konsumen kepada pihak ketiga tanpa persetujuan tertulis atau dasar hukum yang jelas. 

Selain itu, UU No. 27/2022 tentang PDP Pasal 36 menegaskan bahwa pengendali data pribadi wajib menjaga kerahasiaan dan mencegah akses tidak sah terhadap data pribadi nasabah  .

2. Mempertahankan Kepercayaan dan Loyalitas Nasabah

Setelah kebocoran data, pelanggan cenderung meninggalkan bank yang dianggap lalai dalam melindungi informasi sensitif mereka, sehingga erosi kepercayaan dapat terjadi dengan cepat. Menurut studi, bank yang memiliki catatan keamanan kuat mampu mempertahankan nasabah lebih baik dan mempercepat pertumbuhan hubungan jangka panjang  .

3. Mengurangi Risiko Finansial dan Reputasi

Rata-rata biaya sebuah data breach di sektor keuangan pada 2024 mencapai USD 4,88 juta, meningkat 10 % dari tahun sebelumnya, termasuk biaya investigasi, pemberitahuan, dan layanan perlindungan identitas. Laporan ABA Journal menyatakan bahwa biaya rata-rata peristiwa kebocoran bagi lembaga keuangan mencapai USD 6,08 juta, termasuk denda dan kompensasi nasabah. Selain beban finansial, kerusakan reputasi dapat menurunkan nilai merek dan pangsa pasar secara signifikan jika pihak ketiga atau media menyebarluaskan insiden tersebut  .

4. Menghindari Sanksi dan Denda

Di level internasional, GDPR menetapkan denda hingga €20 juta atau 4 % dari omset tahunan global, mana yang lebih tinggi, bagi pelanggaran berat Perlindungan Data Pribadi. CSO Online mencatat bahwa beberapa organisasi telah membayar denda dan penyelesaian finansial terbesar dalam sejarah karena gagal melindungi data pelanggan. Selain denda regulator, perusahaan menghadapi tuntutan hukum perdata dan ganti rugi dari nasabah yang dirugikan  .

5. Mengoptimalkan Keunggulan Kompetitif

Bank yang memprioritaskan privasi dan keamanan data mampu memposisikan diri sebagai mitra yang andal, menarik segmen nasabah yang semakin sadar akan isu privasi  . Penelitian FTI Consulting menunjukkan bahwa data privacy yang dikelola dengan baik dapat menjadi keunggulan kompetitif dan pendorong diferensiasi layanan keuangan  .

6. Memitigasi Ancaman Keamanan Siber

Mengikuti praktik terbaik CISA, seperti segmentasi jaringan, enkripsi, dan kontrol akses yang kuat, membantu bank mengurangi risiko serangan siber  . Laporan eSecurityPlanet menegaskan bahwa kombinasi firewall, sistem deteksi intrusi, dan enkripsi data end-to-end adalah kunci menjaga keamanan data nasabah.

 

Baca juga : Pentingnya IT GRC dalam Dunia Perbankan Modern

 

7 Cara Bank Melindungi Kerahasiaan Data Nasabah

Untuk menjaga data nasabah tetap aman, bank tidak bisa hanya mengandalkan kata sandi dan firewall. Mereka perlu teknologi dan strategi yang benar-benar tangguh. Nah, berikut senjata andalan yang sering digunakan bank:

1. Enkripsi Data: Mengubah Data Jadi “Bahasa Rahasia”

Enkripsi itu seperti membuat data bicara dalam kode rahasia. Hanya orang (atau sistem) tertentu yang punya “kunci” untuk membacanya.

Di dunia perbankan, ini penting banget untuk:

  • Menjaga kerahasiaan informasi seperti nomor rekening dan transaksi,
  • Mencegah manipulasi atau perubahan data,
  • Memastikan keaslian pihak yang terlibat dalam transaksi.

Enkripsi juga bikin bank patuh sama aturan ketat seperti GDPR dan PCI DSS. Jadi bukan cuma aman, tapi juga legal!

2. Teknologi Blockchain: Data yang Sulit Dibohongi

Blockchain ibarat buku besar digital yang tidak bisa dihapus atau diedit sembarangan. Setiap transaksi terekam dalam “blok” yang terkunci dan terhubung satu sama lain.

Apa keuntungannya?

  • Sulit dipalsukan: Karena setiap blok saling mengunci dengan kode unik,
  • Transparan & bisa dilacak: Semua riwayat tercatat dan bisa diaudit,
  • Minim penipuan: Transaksi harus diverifikasi dulu sebelum disetujui.

Dengan blockchain, bank bisa menjaga data tetap utuh dan terpercaya—sekaligus mempercepat proses audit dan kliring transaksi.

3. Audit Keamanan Berkala: Cek Kondisi “Kunci dan Gembok”

Layaknya rumah yang butuh pemeriksaan rutin untuk memastikan pintunya tetap kuat, bank juga perlu melakukan audit keamanan secara berkala.

Audit ini berguna untuk:

  • Mengidentifikasi celah atau titik lemah sistem,

  • Menilai apakah kebijakan yang diterapkan masih efektif,

  • Memberi peringatan dini sebelum terjadi kebocoran data.

Dengan rutin melakukan audit, bank bisa terus memperbarui “benteng digital”-nya sebelum diserang.

4. Pelatihan Karyawan: Edukasi adalah Perlindungan Pertama

Fakta sederhana: banyak insiden kebocoran data terjadi karena human error. Maka, karyawan yang teredukasi = pertahanan ekstra.

Bank wajib:

  • Melatih semua staf soal keamanan data,

  • Memberikan panduan tentang risiko phishing, malware, dan kebocoran,

  • Menanamkan budaya sadar privasi di seluruh organisasi.

Saat semua karyawan paham tanggung jawabnya, risiko kebocoran pun bisa ditekan semaksimal mungkin.

5. Transparansi kepada Nasabah: Jujur dan Terbuka = Menang Kepercayaan

Nasabah itu bukan cuma pengguna layanan, tapi pemilik data pribadi mereka sendiri. Maka, penting bagi bank untuk:

  • Menjelaskan bagaimana data dikumpulkan, disimpan, dan dilindungi,

  • Memberi tahu hak-hak nasabah, termasuk hak untuk mengakses atau menghapus data,

  • Membuka kanal komunikasi jika nasabah ingin bertanya atau mengajukan keluhan.

Transparansi bukan cuma etika—tapi juga strategi menjaga kepercayaan dan loyalitas nasabah.

6. Penyimpanan Data yang Aman

1. Infrastruktur Terproteksi dan Enkripsi

Bank wajib menyimpan data nasabah di lingkungan yang kokoh, memanfaatkan server bersertifikat dan segmentasi jaringan untuk mencegah akses yang tidak sah  . Semua data, baik saat disimpan (at-rest) maupun ditransmisikan (in-transit)—harus dienkripsi menggunakan algoritma mutakhir seperti AES-256 dan TLS 1.3 untuk menjaga kerahasiaan dan integritas  .

2. Kebijakan Retensi Data Terstruktur

Kebijakan retensi data memberikan “batas waktu hidup” bagi informasi nasabah: berapa lama disimpan, kapan dikaji ulang, dan kapan dihapus  . Di Indonesia, GR 71 mewajibkan operator sistem elektronik menyimpan data di wilayah lokal sesuai kategori, sementara bank juga harus merujuk Surat Edaran OJK mengenai jangka waktu penyimpanan dokumen nasabah  .

3. Penghapusan Data Aman

Setelah melewati periode retensi, data yang tidak lagi diperlukan harus dihancurkan dengan teknik aman—misalnya crypto-shredding atau overwrite beberapa kali—agar tidak dapat dipulihkan oleh pihak tidak berwenang  . Prosedur ini juga membantu bank mematuhi standar ISO 27001 tentang “Secure Disposal” guna meminimalkan risiko kebocoran pasca-retensi.

7. Rencana Tanggap Darurat

1. Kerangka Insiden Menurut NIST SP 800-61 Rev. 3

Rencana tanggap darurat insiden mengikuti lima fase:

  1. Preparation: Menyusun kebijakan, tim, dan alat deteksi;
  2. Detection & Analysis: Monitoring anomali, forensik awal;
  3. Containment, Eradication & Recovery: Isolasi sistem terinfeksi, hapus malware, kembalikan layanan;
  4. Lessons Learned: Evaluasi respons, perbarui prosedur.

2. Pembentukan Tim dan Peranannya

Incident Response Team (IRT) harus terdiri dari perwakilan TI, Keamanan Informasi, Hukum, Komunikasi Korporat, dan Manajemen Risiko  . Tugas IRT meliputi koordinasi teknis, keputusan regulasi, hingga penyusunan pesan komunikasi eksternal untuk nasabah dan media  .

3. Prosedur Notifikasi dan Komunikasi

Bank wajib memberitahu nasabah dan otoritas (OJK/Dinas Kominfo) dalam batas waktu 72 jam setelah terdeteksi pelanggaran serius—seperti diatur dalam American Banker’s breach reporting rules  —serta mengikuti panduan FTC untuk menyampaikan tindakan remediasi dan layanan pemantauan identitas  .

4. Simulasi dan Evaluasi Berkala

Drill tanggap darurat harus digelar minimal setahun sekali untuk menguji respons IRT dalam skenario nyata—misalnya latihan kebocoran data nasabah besar—agar bank dapat terus memperkuat prosedur dan teknologi pendukung  .

5. Studi Kasus: Intesa Sanpaolo

Pada Oktober 2024, seorang karyawan Intesa Sanpaolo mengakses data 3.500 pelanggan secara berlebihan tanpa niat jahat eksternal. Respon cepat bank— menonaktifkan akun, memangkas akses, dan melaporkan ke DPA Italia—membantu meminimalkan kerusakan reputasi dan menunjukkan pentingnya kesiapsiagaan internal  .

 

Baca juga : 5 Langkah Efektif Atasi Kebocoran Data Pribadi dan Patuhi UU PDP

 

Mengapa Perusahaan Harus Punya ISO/IEC 27001 dan 27701

Menerapkan standar ISO/IEC 27001 dan 27701 ibarat memasang “medali emas” pada sistem keamanan bank. Dengan pedoman global ini, setiap langkah mulai pengelolaan risiko hingga kontrol akses terdefinisi dengan jelas dan bisa diukur efektivitasnya. Hasilnya, tidak ada celah penting yang terlewat saat melindungi data nasabah.

Lebih dari sekadar kertas, sertifikasi ISO/IEC menunjukkan komitmen nyata bank terhadap privasi dan keamanan. Logo ISO/IEC di kantor atau website menjadi “cap kepercayaan” instan bagi nasabah: mereka tahu data mereka dikelola sesuai praktik terbaik dunia. Ini juga mempermudah bank dalam memenuhi aturan lokal seperti UU PDP dan POJK, karena standar internasional ini sudah teruji ketat.

Jika butuh pendampingan untuk upgrade atau meraih sertifikasi ISO/IEC 27001:2022 dan 27701:2019, Proxsis IT siap membantu. Dari gap assessment hingga audit akhir, layanan mereka dirancang agar proses berjalan cepat dan tanpa ribet. Pelajari cara mendapatkan “medali emas” keamanan untuk bank Anda, [Klik di sini].

 

Baca juga : IT Audit yang Efektif dalam Lingkungan Perbankan: Studi Kasus Implementasi Persyaratan POJK/PBI

 

Kesimpulan

Di era digital, data nasabah adalah “benteng emas” yang wajib dijaga seaman mungkin. Mulai dari enkripsi canggih dan blockchain untuk mengamankan transaksi, audit dan pelatihan rutin untuk menutup celah, hingga transparansi dan kepatuhan regulasi untuk memperkuat kepercayaan semua elemen ini saling terkait dan harus bekerja bersama. Dengan pondasi yang kokoh, bank dapat meminimalkan risiko kebocoran sekaligus menunjukkan komitmen nyata kepada nasabah.

Untuk mengokohkan strategi ini, sertifikasi ISO/IEC 27001:2022 dan 27701:2019 layaknya “medali emas” keamanan. I Proxsis IT siap membantu bank Anda dari gap assessment hingga audit akhir, sehingga implementasi standar internasional ini berjalan cepat dan tanpa ribet. Dengan dukungan mereka, setiap langkah proteksi data akan terstruktur, terukur, dan terpadu—menjadikan bank Anda sebagai lembaga yang tidak hanya menjanjikan keamanan, tetapi juga membuktikannya. Pelajari lebih lanjut, [Klik di sini].

 

FAQ (Frequently Asked Questions)

  1. Apa yang dimaksud dengan enkripsi data dalam konteks perbankan?
    Enkripsi adalah proses mengubah data asli menjadi kode rahasia (ciphertext) yang hanya bisa dibaca oleh sistem atau pihak yang memiliki “kunci” dekripsi. Di perbankan, ini melindungi nomor rekening, kata sandi, dan rincian transaksi dari akses tidak sah.
  1. Bagaimana blockchain membantu dalam melindungi data nasabah?
    Blockchain mencatat setiap transaksi dalam blok terenkripsi yang saling terhubung melalui kode unik (hash). Karena blok tidak bisa diubah atau dihapus tanpa terdeteksi, risiko penipuan menurun dan riwayat transaksi jadi transparan serta mudah diaudit.
  1. Mengapa audit keamanan penting bagi bank?
    Audit keamanan—baik internal maupun eksternal—berfungsi sebagai “pemeriksaan kesehatan” sistem. Dengan audit rutin, bank dapat menemukan dan menutup celah sebelum dimanfaatkan peretas, sekaligus memastikan semua kebijakan dan prosedur dijalankan sesuai standar.
  1. Apa saja langkah yang diambil bank untuk melindungi data nasabah selain enkripsi?
    Selain enkripsi dan blockchain, bank biasanya:
  • Melakukan audit keamanan berkala
  • Memberi pelatihan keamanan untuk karyawan
  • Menyiapkan rencana tanggap darurat (incident response)
  • Menerapkan standar ISO/IEC 27001 & 27701 untuk manajemen keamanan dan privasi informasi

 

Rate this post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Artikel Lainnya

Mengapa Penindakan Kejahatan Siber di RI Masih Lemah?

Mengapa Penindakan Kejahatan Siber di RI Masih Lemah?

Pentingnya ISO 27001 untuk Keamanan Data Bank dan Perlindungan Nasabah

Mencegah Kebocoran Data Nasabah: Ini Regulasi yang Harus Diterapkan oleh Bank

Mencegah Kebocoran Data Nasabah: Ini Regulasi yang Harus Diterapkan oleh Bank

Kebocoran Data Bank: Ini Perlindungan Hukum bagi Nasabah dan Tanggung Jawab Bank

Kebocoran Data Bank: Ini Perlindungan Hukum bagi Nasabah dan Tanggung Jawab Bank

7 Cara Bank Melindungi Data Nasabah di Era Digital Banking

7 Cara Bank Melindungi Data Nasabah di Era Digital Banking

Peran Karyawan dalam Keamanan Data Perusahaan

Hubungi Kami

Contact Us

Roni Sulistyo Sutrisno

Andrianto Moeljono

Andriyanto Suharmei

Ajeng Diana Dewi Mursyidi

Dicky Tori Dwi Darmawan

Membership

    Pendaftaran Komunitas

    Contact Us