Cara Antisipasi Ancaman Siber 2025: Regulasi dan Solusinya di Indonesia

Ditulis oleh :

rexy

Cara Antisipasi Ancaman Siber 2025: Regulasi dan Solusinya di Indonesia

Dunia digital terus berkembang dan telah memberikan inovasi yang mempermudah kehidupan manusia, namun dibalik inovasi tersebut ada ancaman siber yang semakin canggih dan sulit dikendalikan. 

Serangan ransomware, pencurian data, hingga penyalahgunaan kecerdasan buatan (AI) bukan lagi sekadar skenario masa depan, namun semuanya sudah terjadi saat ini dan terus meningkat.  

Laporan World Economic Forum (WEF) memperingatkan bahwa tahun 2025 akan menjadi titik kritis bagi keamanan siber global. Para peretas semakin lihai mengeksploitasi celah keamanan, sementara banyak organisasi masih tertinggal dalam kesiapan mereka. Indonesia pun tak luput dari ancaman ini, dengan maraknya kebocoran data dan serangan terhadap infrastruktur penting.  

Artikel ini akan membahas bagaimana ancaman siber berkembang, bagaimana regulasi di Indonesia seharusnya beradaptasi, dan bagaimana perusahaan dapat meningkatkan ketahanan digitalnya dengan solusi yang tepat.

Potensi Ancaman Siber 2025  

Kemajuan teknologi membawa manfaat besar, tetapi juga membuka pintu bagi ancaman siber yang semakin ganas. Laporan World Economic Forum (WEF) 2025 memperingatkan bahwa dunia digital akan menghadapi tantangan yang lebih besar. Jika tidak diantisipasi, serangan siber bisa melumpuhkan bisnis, merusak kepercayaan publik, bahkan mengancam keamanan nasional.  

Berikut beberapa ancaman utama yang perlu diwaspadai:  

1. AI: Pedang Bermata Dua  

Kecerdasan buatan (AI) kini menjadi senjata utama dalam perang siber. Tapi ironisnya, hanya 37% organisasi yang memiliki sistem untuk mengevaluasi keamanan AI mereka. Tanpa pengawasan yang baik, AI bisa disalahgunakan oleh peretas untuk melakukan serangan yang lebih canggih dan sulit dideteksi.  

2. Rantai Pasokan Digital: Celah yang Terabaikan  

Dunia digital saling terhubung, dan banyak bisnis bergantung pada pihak ketiga seperti vendor dan penyedia layanan cloud. Masalahnya, satu titik lemah dalam rantai pasokan bisa menjadi pintu masuk bagi peretas untuk menyerang seluruh sistem. Ini seperti memiliki benteng yang kuat, tetapi gerbangnya dibiarkan terbuka.  

 3. Regulasi yang Tidak Sinkron  

Keamanan siber butuh aturan yang jelas, tapi 76% Chief Information Security Officers (CISO) menganggap regulasi yang terfragmentasi sebagai hambatan besar. Jika aturan berbeda-beda di setiap sektor, perlindungan akan sulit diterapkan secara efektif.  

4. Krisis Tenaga Ahli  

Serangan siber semakin canggih, tetapi tenaga ahli yang bisa menangkalnya justru langka. Sebanyak 67% organisasi mengaku kesulitan mencari profesional keamanan siber yang kompeten. Tanpa SDM yang cukup, pertahanan digital bisa melemah dan menjadi sasaran empuk bagi peretas.  

Dengan ancaman yang semakin kompleks, Indonesia tidak bisa hanya mengandalkan teknologi semata. Dibutuhkan regulasi yang kuat, strategi keamanan yang lebih adaptif, dan investasi dalam pengembangan tenaga ahli. Jika tidak segera bertindak, Indonesia bisa menjadi target utama serangan siber global di 2025.  

 

Baca juga : Cara IT GRC Assessment Melindungi Bisnis Anda dari Ancaman Siber

 

Bagaimana Negara Lain Melindungi Keamanan Siber?  

Di tengah maraknya serangan siber, beberapa negara telah mengambil langkah tegas untuk melindungi dunia digital mereka. Regulasi yang mereka terapkan bisa menjadi inspirasi bagi Indonesia dalam membangun pertahanan siber yang lebih kuat.  

Uni Eropa: Cyber Resilience Act (CRA)

Uni Eropa tak mau kompromi soal keamanan digital. Mereka mewajibkan produsen bertanggung jawab atas keamanan produk digital sejak awal hingga akhir masa pakainya. Produk yang lolos uji akan diberi tanda CE, memastikan standar keamanan tinggi bagi pengguna.  

Amerika Serikat: Cybersecurity & Infrastructure Security Agency (CISA)

AS memahami bahwa infrastruktur kritis adalah target utama serangan siber. Melalui CISA, mereka memperkuat sistem keamanan, meningkatkan kesiapsiagaan nasional, serta mendorong kolaborasi antara pemerintah dan industri untuk menghadapi ancaman digital.  

China: Regulasi Ketat untuk Data dan AI

China menerapkan aturan ketat dalam pengelolaan data dan keamanan AI. Tujuannya jelas: membatasi ancaman eksternal, meningkatkan kontrol dalam negeri, dan memastikan teknologi berkembang dengan aman tanpa membahayakan stabilitas nasional.  

Dari regulasi global ini, dapat dipelajari bahwa keamanan siber bukan sekadar menangani serangan, tetapi mencegahnya sejak awal. Indonesia perlu segera mengadopsi pendekatan yang lebih proaktif agar tak menjadi sasaran empuk kejahatan digital.

 

Baca juga : 11 Strategi Pertahanan Siber yang Akan Menjaga Keamanan Rumah dan Tempat Kerja Anda

 

RUU Keamanan dan Ketahanan Siber (RUU KKS) di Indonesia  

RUU KKS yang tengah dibahas harus dirancang dengan pendekatan menyeluruh yang tidak hanya reaktif terhadap ancaman, tetapi juga mampu mencegah serangan sebelum terjadi. Regulasi ini perlu mencakup tiga aspek utama: pencegahan, pengawasan, dan penanggulangan.  

1.Upstream: Mencegah Ancaman Sejak Awal
Keamanan siber harus dimulai dari hulu dengan memastikan setiap Produk dengan Elemen Digital (PDED) yang digunakan dalam Infrastruktur Informasi Kritis (IIK) telah lolos asesmen keamanan. Tanpa standar ini, perangkat yang rentan dapat menjadi celah masuk bagi serangan siber yang merugikan.  

Selain itu, penting untuk mengklasifikasikan IIK berdasarkan tingkat risiko yang dihadapi. Infrastruktur dengan risiko tinggi harus memiliki perlindungan lebih ketat dibanding sistem dengan risiko lebih rendah. Dengan pendekatan ini, setiap sektor mendapatkan perlindungan yang sesuai tanpa menghambat inovasi. 

Untuk memperkuat perlindungan, Indonesia perlu menerapkan sertifikasi keamanan digital bagi produk yang beredar di dalam negeri. Sistem ini bisa meniru standar CE di Uni Eropa, yang memastikan perangkat digital aman sebelum masuk ke pasar. Dengan begitu, pengguna tidak perlu khawatir menggunakan perangkat yang bisa menjadi pintu masuk bagi ancaman siber.  

Dengan regulasi yang kuat sejak tahap awal, Indonesia bisa membangun sistem keamanan siber yang lebih tangguh dan siap menghadapi ancaman di masa depan.

2.Middlestream: Pengawasan dan Audit yang Ketat  

Setelah standar keamanan ditetapkan, langkah berikutnya adalah memastikan implementasinya berjalan dengan baik. Pada tahap ini, pengawasan dilakukan melalui audit berkala terhadap Infrastruktur Informasi Kritis (IIK) kategori 1 dan 2. Audit ini penting untuk memastikan sistem tetap sesuai dengan standar keamanan yang berlaku dan tidak ada celah yang dapat dimanfaatkan oleh peretas.  

Bagi organisasi yang mengelola IIK dengan kategori standar, self-assessment dapat menjadi opsi yang lebih fleksibel. Namun, tetap diperlukan pengawasan dari otoritas terkait untuk memastikan hasil evaluasi yang dilakukan secara mandiri benar-benar mencerminkan kondisi keamanan sebenarnya.  

Selain itu, sistem pelaporan insiden siber yang cepat dan transparan juga harus diterapkan. Dengan sistem ini, ancaman dapat terdeteksi lebih awal, memungkinkan respons yang lebih cepat dalam mitigasi serangan sebelum dampaknya meluas.  

3.Downstream: Penanggulangan dan Pemulihan Cepat  

Ketika serangan siber terjadi, regulasi harus memastikan bahwa infrastruktur digital dapat pulih dengan cepat. Salah satu langkah krusial adalah membangun sistem pemulihan yang tangguh, sehingga gangguan pada layanan publik atau sektor kritis dapat diminimalkan.  

Di sisi lain, penegakan hukum juga harus diperkuat. Tidak hanya bagi pelaku kejahatan siber, tetapi juga bagi organisasi yang gagal mematuhi standar keamanan. Sanksi yang tegas akan menjadi insentif bagi perusahaan dan institusi untuk lebih serius dalam menjaga keamanan data dan sistem mereka.  

Selain reaksi cepat, organisasi juga harus memiliki strategi cyber resilience, yaitu kemampuan untuk tetap beroperasi meskipun terkena serangan. Dengan pendekatan ini, perusahaan dan lembaga tidak hanya berfokus pada pencegahan, tetapi juga memiliki rencana cadangan yang memungkinkan mereka bertahan dan pulih dalam situasi krisis. 

 

Baca juga : Cara Menggunakan AI untuk Mendeteksi dan Mencegah Ancaman Siber

 

Kesimpulan  

RUU KKS tidak boleh hanya menjadi aturan formalitas, tetapi harus dirancang untuk benar-benar melindungi infrastruktur digital Indonesia. Regulasi ini harus mampu mencegah ancaman sebelum terjadi, bukan sekadar bereaksi saat serangan sudah melumpuhkan sistem. 

Standar keamanan yang ketat, seperti CRA di Uni Eropa, perlu diterapkan agar setiap produk digital memiliki perlindungan yang memadai. Selain itu, kesiapsiagaan organisasi harus ditingkatkan melalui audit berkala, pelatihan SDM, dan strategi pemulihan yang matang.  

Proxsis hadir sebagai solusi untuk membantu organisasi dalam menghadapi ancaman siber yang semakin kompleks. Dengan pelatihan keamanan siber seperti CISSP dan ISO/IEC 27001:2022, Proxsis membantu meningkatkan kesiapan SDM dalam mengelola risiko siber. Layanan audit dan penilaian risiko memastikan organisasi mematuhi standar keamanan yang ketat sesuai regulasi. Selain itu, strategi pemulihan seperti Business Continuity Plan (BCP) dan simulasi serangan siber memastikan operasional tetap berjalan meskipun terjadi insiden.

  

Tanpa regulasi yang kuat dan kesiapan yang maksimal, Indonesia akan selalu tertinggal dalam menghadapi ancaman siber. Dengan dukungan solusi dari Proxsis, organisasi dapat membangun ketahanan siber yang lebih kuat dan siap menghadapi tantangan masa depan.

FAQ (Frequently Asked Questions)  

  1. Apa perbedaan antara keamanan siber dan ketahanan siber?
    Keamanan siber bertujuan untuk melindungi sistem dan data dari serangan siber, sementara ketahanan siber lebih dari itu. Ketahanan siber memastikan bahwa ketika serangan terjadi, organisasi tetap bisa beroperasi dan segera pulih dengan dampak seminimal mungkin.
  2. Bagaimana AI bisa menjadi ancaman dalam keamanan siber?
    AI memiliki dua sisi. Di satu sisi, AI membantu meningkatkan keamanan dengan otomatisasi deteksi ancaman. Namun, di sisi lain, peretas juga memanfaatkannya untuk menciptakan serangan yang lebih canggih, seperti phishing berbasis AI, deepfake untuk manipulasi identitas, dan ransomware yang lebih sulit dilacak.
  3. Apa yang bisa dipelajari Indonesia dari regulasi keamanan siber di negara lain?
    Indonesia bisa mengambil contoh dari beberapa negara dalam membangun regulasi yang lebih kuat. Uni Eropa, misalnya, memiliki Cyber Resilience Act yang mewajibkan produsen menjamin keamanan produknya seumur hidup. Amerika Serikat melalui CISA berfokus pada perlindungan infrastruktur kritis, sementara China memiliki regulasi ketat dalam pengelolaan AI dan data pribadi untuk mengurangi ancaman siber dari luar negeri.
  4. Apa langkah konkret yang bisa diambil perusahaan untuk meningkatkan ketahanan siber?
    Perusahaan perlu mengadopsi standar keamanan yang ketat, melakukan audit berkala, melatih karyawan untuk mengenali ancaman siber, serta memiliki strategi pemulihan pascainsiden. Proxsis menawarkan solusi lengkap, mulai dari pelatihan keamanan siber, audit kepatuhan, hingga pengembangan strategi Business Continuity Plan (BCP), sehingga perusahaan dapat menghadapi ancaman siber dengan lebih siap dan tangguh.
  5. Kapan RUU KKS akan mulai berlaku?
    RUU KKS saat ini masih dalam tahap pembahasan dan diperkirakan masuk dalam Prolegnas Prioritas 2025. Jika disahkan, implementasinya membutuhkan regulasi turunan serta masa transisi agar perusahaan dan lembaga terkait dapat menyesuaikan diri dengan aturan baru.

Gratis Asesmen Keamanan TI Spesial Ramadan 2025!

Proxsis Infra menghadirkan layanan asesmen keamanan TI yang dirancang untuk melindungi sistem dan data penting bisnis Anda dari ancaman siber. Di bulan Ramadhan ini, kami memberikan kesempatan eksklusif untuk mengikuti asesmen keamanan GRATIS, membantu organisasi Anda mengukur tingkat keamanan infrastruktur TI secara menyeluruh.

Manfaat utama yang Anda dapatkan:

  • Identifikasi celah keamanan yang berisiko
  • Rekomendasi langkah perbaikan dari para ahli
  • Meningkatkan kepercayaan klien dan mitra bisnis
  • Membuka peluang karir di bidang keamanan TI melalui pemahaman nyata tentang standar terbaik industri

Tak hanya membantu perusahaan Anda lebih aman, layanan ini juga menjadi langkah awal untuk meningkatkan kompetensi profesional Anda di bidang IT Security, yang saat ini menjadi salah satu keahlian paling dicari di dunia kerja.

Jangan lewatkan momen Ramadhan penuh berkah ini!

Amankan sistem TI Anda GRATIS, raih kepercayaan bisnis, dan tingkatkan daya saing di industri digital.

 

Rate this post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Artikel Lainnya

ICoFR adalah: Definisi, Sejarah, Penerapan, Implementasi, Integritas dan Implikasi POJK 15

ICoFR adalah: Definisi, Sejarah, Penerapan, Implementasi, Integritas dan Implikasi POJK 15

Apa Risiko Memasukkan Data Pribadi ke aplikasi DeepSeek AI Assistant

Apa Risiko Memasukkan Data Pribadi ke aplikasi DeepSeek AI Assistant

Transisi ke ISO 27001:2022 - Perbarui Sertifikasi Anda Sebelum Oktober 2025

Transisi ke ISO 27001:2022 – Perbarui Sertifikasi Anda Sebelum Oktober 2025

Menjaga Data Pribadi dalam Perspektif Islam: Prinsip dan Tindakan

Menjaga Data Pribadi dalam Perspektif Islam: Prinsip dan Tindakan

Apa Itu Business Process Mapping dan Strateginya di Tahun 2025?

Apa Itu Business Process Mapping dan Strateginya di Tahun 2025?  

Perlindungan Data Pribadi dalam Islam dan Regulasi Indonesia

Perlindungan Data Pribadi dalam Islam dan Regulasi Indonesia

Hubungi Kami

Contact Us

Roni Sulistyo Sutrisno

Andrianto Moeljono

Andriyanto Suharmei

Ajeng Diana Dewi Mursyidi

Dicky Tori Dwi Darmawan

Membership

    Pendaftaran Komunitas

    Contact Us